Senin, 05 April 2010

Cara Menggunakan Kemarahan dan Kebencian


Pertama-tama, kita harus mengenali hakekat dari kemarahan dan kebencian yang timbul agar bisa mengatasi sifat demikian. Kemarahan dan kebencian hanyalah suatu cara untuk tujuan perlindungan. Adakalanya Anda merasa terancam oleh pendapat orang lain, gaya hidup ataupun tingkah laku mereka. Hal-hal seperti itu bisa saja mengusik sifat keakuan, harga diri, tubuh, atau pikiran Anda, sehingga timbullah kemarahan dan rasa benci dalam diri Anda.
Kebencian (hatred) adalah suatu kata yang terlalu keras. Saya tidak
begitu suka menggunakannya, karena sebenarnya apa yang terjadi adalah
rasa sebal (resent), bukan benar-benar benci. Kebencian lebih dalam
maknanya. Sering kita merasa sebal pada orang lain apabila kita menghadapi
ancaman terhadap kenyamanan kita. Sehingga, jangan terlalu menyalahkan
diri Anda bila Anda menjadi marah. Cukup dengan menyelidiki darimana
sumber kemarahan itu muncul dan apakah Anda berada di sisi yang benar atau
sisi yang salah. Adakalanya Anda berhak menunjukkan sedikit sifat kemarahan
guna melindungi diri Anda. Pertanyaannya bukanlah menghentikan sifat marah,
tapi mengenali kapan Anda mesti menunjukkan sedikit kemarahan dan kapan
tidak perlu menunjukkannya. Kendalikan sifat tersebut dan gunakanlah secara
bijaksana untuk kepentingan Anda, bukan menghapusnya sama sekali.
Saya mempunyai cerita pendek tentang seekor ular. Itu adalah ular yang
amat besar dan sadis. Ular itu tinggal di suatu lobang pohon, dan dia suka
sekali memakan ayam dan menggigit orang sehingga orang-orang di desa
tersebut merasa takut pada ular itu. Suatu hari, seorang yogi agung melewati
tempat tersebut, kemudian duduk di dekat pohon itu dan bermeditasi. Ular itu
merasakan perubahan dalam dirinya dan kedamaian yang luar biasa.
Kemudian ular itu bertanya pada sang yogi, bagaimana dapat meredam sifat
sadisnya, sifat-sifat jahatnya, dan bagaimana agar bisa menjadi seekor ular
yang baik hati. Sang yogi mengajarkannya lima ayat : jangan menyakiti orang,
harus makan vegetarian, jangan berbohong, jangan melakukan ini dan itu,
jangan berjudi....., yah bagaimanapun ular itu tidak tahu sama sekali tentang
judi. Jadi, hal yang paling penting untuk diketahuinya adalah jangan menyakiti
orang lain. Ular itu berkata, "Mulai hari ini, aku akan berlatih meditasi, makan
vegetarian, aku tidak akan memakan ayam lagi, dan juga aku tidak akan menggigit orang lagi!"
Hingga suatu hari, sang yogi harus pergi beberapa hari. Dia berpesan
pada ular itu, untuk tetap tinggal di rumah, berlatih meditasi, dan tunggu dia
pulang. Kebetulan, anak-anak desa lewat dan melihat ular tersebut sekarang
duduk dengan amat tenang dalam meditasi dan samadhi, sehingga mereka
merasa tidak takut lagi padanya. Mereka ingin membalas dendam karena
sebelumnya mereka amat takut padanya. Lalu, mereka mengambil batu dan
melemparkannya. Ular itu tidak melakukan apapun. Gurunya tidak mengatakan
padanya bahwa dia tidak boleh marah, tapi jangan menyakiti orang lain.
Maksudnya jangan menunjukkan sifat kekejaman sama sekali. Ahimsa berarti
tanpa kekerasan. Sehingga ular itu tetap diam dan coba untuk bermeditasi lagi,
namun anak-anak itu menendangnya, menarik ekornya, dan menggulungnya
dalam bentuk lingkaran. Ular itu menjadi pusing. Kemudian mereka
melemparkannya ke dahan pohon serta memukulnya, dan melakukan segala
kekerasan kepadanya.
Seluruh badannya biru legam, hitam dan biru; dan ular itu berbaring
dalam keadaan sekarat. Sang yogi pulang dan bertanya, "Apa yang terjadi
padamu ?" Ular itu menjawab, "Ini gara-gara lima ayat tersebut – tanpa
kekejaman." Sang yogi amat kaget, "Apa, tanpa kekejaman?" Ular itu
kemudian menjelaskan lebih lanjut, "Guru mengajariku untuk tidak boleh kejam,
jadi kemarin anak-anak ke sini, menarik ekorku, dan menyambit batu padaku.
Aku tidak bereaksi sama sekali, jadi mereka meneruskan permainannya.
Sekarang aku sekarat!" Gurunya berkata, "Kamu benar-benar bodoh. Aku tidak
mengatakan bahwa kamu tidak boleh mendesis. Kamu boleh mendesis untuk
menghalau orang."
Itulah bedanya antara memiliki Kebijaksanaan dengan tidak memiliki
Kebijaksanaan. Bila kita tidak memiliki Kebijaksanaan, belum tercerahkan, kita
akan dikendalikan oleh emosi kita sendiri. Bila kita memiliki Kebijaksanaan dan
pencerahan, kita dapat menggunakan emosi tersebut guna menyesuaikan
dengan situasi dan kepentingan kita. Bukanlah berarti bahwa kita harus
menghilangkan sama sekali emosi kita, kita hanya perlu mengenali bagaimana
menggunakan emosi tersebut. Ini seperti halnya sepucuk pistol yang berada di
tangan orang baik. Dia dapat menembak di tempat yang dikehendakinya, dia
tidak akan menembak sembarangan dan membunuh orang seenaknya. Nah,
jika Anda ingin memiliki daya-pengendali dan Kebijaksanaan ini, Anda harus
memiliki pencerahan. Dan cara untuk mencapai pencerahan adalah melalui
Guru yang berpengalaman. Sama seperti halnya apabila Anda ingin belajar
bahasa Inggris. Anda harus menemui seorang guru bahasa Inggris yang
berpengalaman, hanya itu yang perlu dilakukan. Gunakan kebijakan dan
emosi anda pada saat dan tempat yang tepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar